SAY NO TO MIKROPLASTIC AND LET’S USE BIOPLASTIC

 

SAY NO TO MIKROPLASTIC AND LET’S USE BIOPLASTIC


    Laut Adalah salah satu sumberdaya alam yang sepatutnya kita jaga. Keindahan alam dan biota-biota laut di dalamnya dapat menjadi penopang kehidupan jutaan masyarakat pesisir. Hanya saja perbuatan sumberdaya manusianya yang masih belum memahami laut secara mendalam. Permasalahan mikroplastik di laut Indonesia semakin mengkhawatirkan, di mana diperkirakan laut Indonesia menerima 100.000-400.000 ton limbah plastik setiap tahunnya yang kemudian terurai menjadi mikroplastik berukuran 1-5 µm. Melihat data dari hasil kajian (Aryanti., et al 2025) dengan data 2019-2024 menunjukkan bahwa mikroplastik ditemukan dihampir semua kompartemen laut Indonesia, baik sisi air, sedimen, maupun biota laut lainnya. Jenis yang paling dominan adalah fiber dan fragmen dengan polimer utamanya berupa polystyrene dan polycarbonate. Penelitian di berbagai lokasi seperti Jember, Takalar, Bali, Kupang, Ambon, hingga Kepulauan Seribu juga mendeteksi adanya mikroplastik pada ikan pelagis seperti Rastrelliger kanagurta (0,21 partikel/g) hingga ditemukan juga pada ikan demersal seperti kakap merah Lutjanus gibbus, serta terdapat juga pada moluska juga didapati kandungan mikroplastik ini, semisalnya pada kerang hijau dan kerang darah. Bahkan pada jenis ikan kerapu (Epinephelus sp.) di Aceh Utara menunjukkan tingkat akumulasi tertinggi mencapai 34,66 partikel. Melihat dari tingginya kandungan mikroplastik, dapat memperlihatkan adanya bioakumulasi dan biomagnifikasi yang berpotensi mengganggu seluruh rantai makanan laut. Dampak negatif yang teridentifikasi pada biota meliputi kerusakan jaringan, stres oksidatif, gangguan pertumbuhan, hingga perubahan perilaku. Selain itu, mikroplastik juga dapat membawa senyawa berbahaya seperti PCB, PAH, dan ftalat yang bersifat toksik, menimbulkan neurotoksisitas, gangguan reproduksi, hingga potensi kanker pada organisme laut maupun manusia yang mengonsumsi hasil laut. Kondisi ini menandakan bahwa pencemaran mikroplastik bukan hanya ancaman ekologis bagi biodiversitas laut Indonesia, tetapi juga bisa menjadi masalah serius bagi ketahanan pangan di Indonesia dan juga kesehatan masyarakat pesisirnya.

    Produksi rumput laut Indonesia yang terus meningkat setiap tahun memang memberikan peluang ekonomi yang besar, namun di balik itu terdapat persoalan serius berupa akumulasi limbah padat hasil ekstraksi. Limbah ini sering kali dipandang tidak bernilai dan dibuang begitu saja, padahal kandungan selulosa dan polisakaridanya masih sangat tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara potensi sumber daya dan sistem pengelolaan yang belum maksimal. Jika dibiarkan, penumpukan limbah rumput laut dapat menimbulkan masalah lingkungan seperti pencemaran perairan dan bau akibat adanya proses dekomposisi alami dari rumput laut. Potensi yang terkandung pada limbah ini, justru dapat dijadikan sebagai pendekatan inovatif agar menjadi sumber ekonomi yang baru. Pengolahan limbah menjadi bioplastik misalnya, dapat menjawab dua persoalan sekaligus, seperti dapat mengurangi ketergantungan pada plastik berbasis fosil serta dapat menekan jumlah limbah nondegradable di lingkungan. Konversi limbah menjadi bioetanol atau pupuk organik membuka peluang diversifikasi produk turunan yang mampu memperluas rantai nilai industri rumput laut. Analisis ini menunjukkan bahwa persoalan utama tidak hanya terletak pada jumlah produksi rumput laut yang berlebih, melainkan pada rendahnya integrasi antara sektor produksi, riset, dan juga industri hilirnya. Tidak adanya inovasi pada sisi pemanfaatan, hanya dapat menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir bahan mentah saja tanpa menanggung beban limbah yang semakin besar.

    Bioplastik dari rumput laut juga bisa dijadikan sebagai salah satu inovasi yang sangat tepat untuk menjawab masalah sampah plastik yang sulit terurai di lingkungan. Rumput laut yang melimpah di Indonesia dapat diolah menjadi bahan baku bioplastik yang ramah lingkungan, mudah terurai, dan tetap memiliki fungsi layaknya plastik konvensional. Inovasi ini tidak hanya berpotensi mengurangi pencemaran, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dengan meningkatkan nilai tambah rumput laut yang selama ini banyak dijual dalam bentuk mentah. Kehadiran bioplastik berbasis rumput laut menjadi langkah strategis menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, sekaligus mendukung pola hidup dan industri yang lebih peduli terhadap lingkungan.

Source :

Arhafna, C. H., Fadhliana, N., Firdus, F., Rizki, A., & Nasir, M. (2025). Studi Toksikologi: Mikroplastik pada Organisme Perairan dan Resiko terhadap Kesehatan Manusia di Indonesia. Jurnal Jeumpa12(1), 13-21.

Aryanti, C. A., Amir, F., & Simbolon, M. Y. (2025). Literature Review: Identifikasi Mikroplastik Terhadap Lingkungan Laut Dan Biota Laut. Jurnal Riset Kelautan Tropis (Journal Of Tropical Marine Research)(J-Tropimar)7(1), 16-26.

Rosadi, E., Ridlo, A., & Sunaryo, S. (2024). Penambahan plasticizer sorbitol terhadap karakteristik bioplastik dari limbah Dekaragenan Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex PC Silva, 1966. Journal of Marine Research13(4), 595-606.

Putri, T. W., Yusra, R. A., & Awaluddin, A. (2025). Karakteristik Mekanik Selulosa Dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Takalar. Jurnal Riset Diwa Bahari (JRDB), 61-67.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Bukan Sekadar Untung, Tapi Miliaran! Rahasia Sukses Budidaya Udang Vaname ala Budidaya Sukses"

Saat Laut Tak Lagi Diam: Seruan Keadilan dari Raja Ampat Untuk yang Berkuasa

Ruang Biru Laut sebagai Media Pemulihan Psikologis Manusia